Rabu, 11 November 2009

Kerajinan Perak Teknik Baru Karya Pak Wiyanto

Sejak adanya program dari Jogja Heritage Society mitra dari Yogyakarta- Central Java Community Assistance Program (YCAP) di dusunnya, Pak Wiyanto mengalami beberapa perubahan yang positif dalam kehidupannya. Perubahan yang dianggapnya sebagai perubahan paling penting adalah wawasannya yang bertambah luas dan kemampuannya untuk mendesain sendiri kerajinan perak.
Bapak Wiyanto adalah seorang pengrajin perak yang tinggal di Dusun Pelemgede, Desa Sodo, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lahir pada tanggal 7 Juni 1971, di usianya yang ke 38 tahun ini sudah mempunyai dua anak laki-laki yang pertama berusia 14 tahun dan yang kedua 2 tahun. Sejak Bulan Maret mengikuti Program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengembangan Kerajinan Perak yang difasilitasi oleh Jogja Heritage Society mitra dari YCAP.
Program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pengembangan Kerajinan Perak ini didanai oleh Australia Indonesia Partnership. Tujuan program YCAP adalah untuk membantu masyarakat agar dapat mencapai perubahan positif jangka panjang yang mampu mengembangkan ketangguhan yang lebih baik dan mengurangi kerentanan yang ditandai dengan adanya perbaikan nyata dalam masyarakat, hubungan yang lebih baik dengan pihak luar, dan masyarakat lebih berdaya. Kegiatan yang dilaksanakan di Dusun Pelemgede antara lain adalah Peningkatan Kapasitas Pengrajin melalui: pelatihan desain, diversifikasi, dan finishing produk. Penguatan Kelompok melalui: pelatihan manajemen KUB, pemberian bantuan modal kelompok, pemberian bantuan peralatan produksi, dan melengkapi peralatan kelompok serta Kegiatan Pemasaran dan Promosi melalui: pameran, pembuatan booklet dan kartu nama. Kegiatan ini juga terfokus pada perempuan sehingga dalam setiap kegiatan diharapkan ada peserta perempuan.
Sejak Februari 2009 ketika JHS melaksanakan Fokus Grup Diskusi (FGD) untuk merencanakan program bersama kelompok dan tokoh masyarakat. Pak Wiyanto selalu tampil aktif dalam setiap pembicaraan dan usulan-usulannya banyak dijadikan acuan bagi anggota kelompok yang lain dan memberikan masukan yang sangat berarti bagi perumusan program yang akan dilaksanakan di Dusun Pelemgede. Bapak Wiyanto juga aktif dalam pelaksanaan pelatihan Desain, Diversifikasi, dan Finishing Produk. Setelah mengikuti 10 kali pertemuan dalam pelatihan ini, dia menjadi merasa “bodoh”. Bodoh di sini adalah bodoh yang positif sebab selama dia mengikuti pelajaran dan pelatihan semakin banyak wawasan dan pengetahuan yang didapat. Pelatihan ini menyadarkan dia bahwa pengetahuan yang dia miliki tentang seluk beluk perak belum apa-apanya dan masih banyak sekali hal yang dia belum tahu dan belum kuasai. Dahulu dia tidak bisa menggambar dan mendesain rancangan perak sendiri sebab gambar dan desain dari para pemesan, namun sejak mengikuti pelatihan desain tersebut dia sekarang bisa mendesain sendiri dan hasil karyanya menjadi juara pertama di kelas yang diikuti oleh 20 peserta pengrajin perak di Dusun Pelemgede. Selain mendapat pengetahuan, dari kegiatan ini Pak Wiyanto memperoleh tambahan peralatan untuk produksi seperti meja, kotak peralatan, kikir, tang, gergaji, dan peralatan produksi lainnya. Peralatan ini sangat menunjang produksi kerajinan peraknya dan juga mengganti alat yang beberapa sudah aus. Adanya bantuan blendes (mesin untuk membuat benang perak) juga meringankan kerja para pengrajin perak di Pelemgede. Meskipun awalnya sangat pusing sebab tidak pernah memegang pensil dan buku gambar sebab langsung praktek mengerjakan di bahan baku namun dia sekarang bisa mendesain sendiri dengan lancar dan mampu mengerjakan dengan teknik benang perak atau filigre maupun teknik polosan. Teknik kombinasi dengan batu juga diajarkan. Kemudian tentang finishing produk juga diajarkan bagaimana pewarnaan dengan Sn dan juga disarankan akan lebih baik jika menghitamkan perak dengan obat hitam yang bisa dibeli di Bali.
Setelah ada pelatihan dari JHS, sekarang Pak Wiyanto tidak lagi kuatir jika ada pesanan produk dengan desain menggunakan bahan perak lempengan, Ataupun mengerjakan dengan teknik polosan sebab sudah bisa membuatnya. Dulu dia hanya bisa mengerjakan pesanan perak hanya teknik filigre. Bantuan alat berupa blendes juga meringankan pengrajin dan membantu meningkatkan ketramplan sebab blendes (rolling mills) adalah adalah alat untuk membuat perak lambaran atau lempengan. Dulu alat ini belum ada dan pengrajin harus pergi ke Kotagede untuk membuat perak lambaran, sekarang para pengrajin bisa melambarkan perak di sekretariat kelompok. Para penrajin dulunya tidak pernah membuat perak polosan karena mereka belum punya alatnya. Sekarang dengan alat itu mereka benar-benar terbantu.
Keinginan Pak Wiyanto yang belum tercapai adalah ingin memasarkan sendiri produk-produk yang dihasilkan sebab selama ini sangat tergantung dengan Kotagede. Ingin sekali pergi ke Bali dan punya relasi bisnis perak di sana sehingga bisa menambah penghasilan keluarga dan menyejahterakan keluarga. Selama ini banyak cerita tentang daerah-daerah yang efektif untuk memasarkan perak tapi jika belum ke sana sendiri rasanya belum puas. Berkat program dari JHS pula pada bulan Agustus Pak Wiyanto mengikuti pameran di JEC. Dari pengalaman mengikuti pameran tersebut dia merasakan betapa persaingan penjualan perak di Jogja sangat ketat juga bisa melihat-lihat produk-produk kerajinan perak dari luar Jawa. Pengetahuan dan pengalamannya menjadi bertambah setelah mengikuti pameran tersebut. Harapannya juga kegiatan dari JHS dan YCAP tidak berhenti sampai di sini sebab masih banyak hal yang belum dikuasai pengrajin dan masih perlu pendampingan ke depan dan rasanya semua pelatihan masih berada pada tahap dasar dan dia masih perlu untuk diajari ke tingkat lanjutan agar lebih baik kualitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar